HARNAS.CO.ID – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp285 triliun terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Dalam dakwaannya dijelaskan, perbuatan Riva didakwa bersama-sama dengan tersangka dan terdakwa lainnya yakni Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Selanjutnya, Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menilai, para terdakwa telah melakukan penyimpangan mulai dari hulu sampai hilir yang terdiri dari kegiatan ekspor minyak mentah, impor minyak mentah, impor BBM, pengapalan minyak mentah atau BBM, sewa terminal BBM.
Serta pemberian kompensasi BBM, dan penjualan solar subsidi di bawah harga bottom price yang dilakukan oleh para terdakwa.
“Oleh karena perbuatan terdakwa dan tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285,18 triliun. Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama,” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/10/2025).
JPU menjelaskan, pada 2 Oktober 2021 sampai Juni 2023 Riva menyetujui usulan harga jual BBM solar atau biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan bottom price atau nilai jual terendah dan tingkat profitabilitas.
“Sebagaimana diatur dalam pertumbuhan pengelolaan pemasaran BBM Industri dan Merin PT BPN,” tutur JPU.
Selain itu, pada 2021 sampai Juni 2023 melalui kontrak perjanjian jual beli solar atau biosolar kepada pembeli swasta di bawah harga jual terendah.
Sehingga perbuatan Riva menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga menjual solar atau biosolar lebih rendah dari harga jual terendah bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP) dan harga dasar solar bersubsidi.
“Pada akhirnya memberikan kerugian PT Pertamina Patra Niaga,” ucapnya.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji, dengan empat hakim anggota yakni Adek Nurhadi, Sigit Herman Binaji, Mulyono Dwi Putro, dan Eryusman.
Sebelum memulai persidangan, hakim menanyakan identitas empat terdakwa. Setelah memastikan nama, tempat tinggal hingga agama, hakim mulai menanyakan terkait pekerjaan keempat terdakwa
Riva mengaku masih menjadi karyawan badan usaha milik negara (BUMN). Hal tersebut diakui Riva dalam sidang dakwaan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
“Sampai saat ini masih menjadi karyawan BUMN yang mulia,” jawab Riva kepada majelis hakim.
Pola pertanyaan yang sama juga dilayangkan kepada terdakwa lainnya. Keempat terdakwa dalam perkara ini pun kompak menjawab karyawan BUMN saat ditanya pekerjaan.
Dalam perkembangan terbaru, pada Juli 2025 Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru, termasuk nama besar saudagar minyak Mohammad Riza Chalid.
Mereka antara lain:
Alfian Nasution – VP Supply & Distribusi Pertamina (2011–2015).
Hanung Budya – Direktur Pemasaran & Niaga Pertamina (2014).
Toto Nugroho – VP Integrated Supply Charge (2017–2018).
Dwi Sudarsono – VP Crude & Product Trading ISC (2018–2020).
Arif Sukmara – Direktur Gas
Petrochemical & New Business Pertamina Shipping.
Hasto Wibowo – mantan SVP Integrated Supply Chain (2018–2020).
Martin Haendra – Business Development Manager PT Trafigura Pte Ltd (2019–2021).
Indra Putra – Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
Mohammad Riza Chalid – Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak.
“Dari hasil penyidikan maraton, tim penyidik menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, beberapa waktu lalu.