HARNAS.CO.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan dalam menyusun regulasi teknis terkait penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada, pihaknya selalu mengacu pada landasan hukum yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk memastikan setiap tahapan berjalan sesuai dengan prinsip hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
KPU menyatakan penyusunan aturan teknis merupakan bagian penting dalam menjaga integritas dan legitimasi proses demokrasi. Dengan mengedepankan asas legalitas, KPU berkomitmen agar seluruh regulasi tidak bertentangan dengan Undang-Undang maupun ketentuan hukum lainnya yang relevan.
“KPU bertindak berdasarkan hukum, bukan kebijakan subjektif,” ujar Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik dalam diskusi bertajuk “Menakar Kemandirian KPU Menyusun Regulasi Teknis”, yang diinisiasi Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD) di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Kamis, (2/10/2025).
Idham menjelaskan, KPU memiliki kewenangan untuk membuat regulasi teknis tetapi tidak boleh melampaui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Dia menyebut proses penyusunan regulasi didasarkan pada UU 12/2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 22E Ayat 6 UUD 1945 yang mewajibkan penyelenggaraan pemilu sesuai hukum dan peraturan.
“Serta, Putusan MK Nomor 85/2022 yang menyatukan rezim hukum Pemilu dan Pilkada,” sambungnya.
Mantan Anggota KPU Provinsi Jawa Barat ini juga menegaskan KPU RI menggunakan pendekatan hukum objektif dan teori anak tangga.
“KPU menggunakan pendekatan hukum objektif dan teori anak tangga (hierarchical legal thinking) untuk menyusun peraturan. Artinya, setiap aturan harus tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, dan memperkuat, bukan menggantikan, hukum dasar,” demikian Idham menambahkan.
Dalam diskusi tersebut turut hadir sebagai narasumber Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Anggota DKPP RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin, dan Ketua Caretaker KIPP Brahma Aryana.