HARNAS.CO.ID – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024. Dalam upaya yang dibangun, KPK memeriksa mantan staf khusus pada era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz.
“Hari ini sudah ada pemanggilan dan hadir,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Menurut Budi, pemeriksaan tersebut guna mendalami petunjuk maupun barang bukti yang sudah disita KPK. Ishfah merupakan salah satu pihak yang rumahnya sempat digeledah, bahkan dicegah untuk bepergian ke luar negeri.
“Keberadaan yang bersangkutan untuk tetap di Indonesia agar dapat mengikuti proses penyidikan, seperti hari ini,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyatakan, penyidik dalam waktu dekat mengagendakan pemeriksaan orang-orang terdekat dari Yaqut Cholil Qoumas.
“Minggu ini atau pekan depan kami memanggil orang-orang terdekatnya,” tutur Asep.
KPK memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024, pada 9 Agustus 2025. Komisi antirasuah menggunakan perihal itu setelah meminta keterangan kepada Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
KPK saat itu juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
Kemudian pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri yang salah satunya Yaqut Cholil Qoumas.
Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji.










