HARNAS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Firman Muhammad Nur dan Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) Muhammad Firman Taufik, Rabu (1/10/2025).
Mereka dimintai keterangan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024.
Penyidik komisi antirasuah berupaya mendalami pembagian kuota haji dari Kementerian Agama. Informasi yang dihimpun KPK, ada dugaan permintaan uang dari oknum-oknum di Kementerian Agama yang memberikan kuota tersebut.
“Tentang sejumlah uang, ada yang bilang percepatan dan lain-lain. Jadi sejauh ini statusnya sebagai saksi,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sementara itu, terkait finalisasi penghitungan kerugian negara, menurut Asep, belum final karena masih berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dikonfirmasi soal Rp 1 triliun, apakah didapatkan dari 400 travel haji, Asep belum berani spekulasi.
“Terkait dengan jumlah kerugian ini belum final, hanya penghitungan kasar. Kami sedang bekerja sama dengan auditor BPK untuk menghitung itu. Dari mana saja, ada dari perorangan, ada dari yang lainnya. Seperti itu,” ujarnya.
KPK sejauh ini sudah memeriksa sejumlah saksi. Informasi yang dihimpun penyidik akan dijadikan acuan KPK untuk menetapkan tersangka. Adapun kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai triliunan lebih.
Sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024 sebelumnya diklaim ditemukan oleh Pansus Angket Haji DPR RI. Titik poin utama yang disorot pansus perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.