HARNAS.CO.ID – Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait ojek online (ojol) digelar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan beberapa komunitas dari ojol di Hotel Redtop, Pecenongan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025) lalu.
FGD tersebut dihadiri oleh perwakilan dari instansi, lembaga, stakeholder dan komunitas ojol untuk mendiskusikan terkait permasalahan seputar ojol seperti kenaikan tarif, bagi hasil, status kemitraan, dan lain-lain.
Diketahui, Unit Respon Cepat (URC) ojol yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lahirnya ojol Indonesia turut menghadiri acara itu dan memberikan tanggapan atas kegiatan FGD tersebut.
Namun, suasana tak kondusif sudah terlihat sejak awal acara. Pasalnya, pihak
korban aplikator banyak mengemukakan interupsi tak jelas.
“Apa lagi R4 (roda empat) dari mereka merasa tidak diundang untuk acara tersebut yang mana ternyata FGD itu merupakan agenda khusus untuk ojol bukan taksi online (taksol) ataupun kurir pengakuan dari Pak Yani (Kemenhub). Tuduhan Garda terkait berat sebelah tentu tidak tepat, karena moderator pun faktanya tidak adil tanpa memberikan kesempatan kami dari URC untuk memberikan tanggapan dalam forum itu, padahal kami sudah berulang kali angkat tangan,” kata Humas URC, Erna yang hadir pada FGD Kemenhub melalui keterangan tertulis, Minggu (27/7/2025).
Sementara, di lokasi berbeda saat diwawancarai, Ketua Umum Masyarakat Ojek Online Seluruh Indonesia (MOOSI), yang juga tergabung dalam URC, Danny Stephanus juga mengatakan soal kurang ketatnya pengawasan saat FGD berlangsung.
“Pihak penyelenggara dalam hal ini Kemenhub kurang tegas dalam mengawasi peserta FGD yang diundang sehingga banyaknya nama-nama yang tidak ada dalam undangan justru bisa masuk hanya untuk menikmati makanan dan membuat keonaran pada acara tersebut,” ujar Danny.
“Bahkan, ada juga sebagian orang yang tak boleh masuk karena namanya tidak ada justru dapat masuk karena mengaku pada petugas kalau dirinya bagian dari URC atau komunitas lainnya yang diundang hanya untuk dapat masuk pada acara itu,” kata Danny menambahkan usai kegiatan.
Selain itu, ucap Danny mengungkapkan, banyak juga drama yang dimainkan oleh pihak korban aplikator, Garda maupun Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI).
Anehnya lagi, ada pula yang tidak memiliki akun ojol tapi memaksa untuk bisa berbicara sehingga membuat keributan terulang kembali.
“Harusnya moderator memberikan kesempatan satu-satu perwakilan dari tiap komunitas yang diundang untuk berbicara bukannya malah asal tunjuk saja sehingga saling berebutan,” kata Danny.
Menurut dia, sejak awal sudah disepakati bahwa yang dapat berbicara adalah yang memiliki akun ojol.
“Lucunya, dari kubu korban aplikator (Garda, SPAI dkk) malah memaksa untuk berbicara padahal tidak memiliki akun, ditambah lagi dia menyerukan agar seluruh pihak termasuk Kemenhub yang tidak memiliki akun untuk keluar ruangan. Wong kalau bicara otaknya dipakai dulu, masa yang punya acara disuruh keluar,” ujar Danny.
“Kalau ngakunya mewakili ojol seluruh Indonesia, masa tidak punya akun ojol. Lah terus tahu dari mana penderitaan para ojol di jalan, bagaimana faktanya di jalan,” ucap Danny menegaskan.
Ia menilai, pihak korban aplikator (Garda, SPAI dkk) mungkin ingin terlihat eksis dalam acara tersebut, tapi tidak berpikir bahwa URC juga ada dalam ruangan FGD tersebut.
Sepanjang acara, perwakilan URC justru terlihat lebih tenang dan tidak banyak terlibat dalam adu argumen yang tidak jelas.
“Teman-teman URC tidak terpancing selama kegiatan berlangsung. Justru konflik yang terjadi di dalam antara kubu Forum Diakusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI )dan korban aplikator (Garda, SPAI dkk). Namun, di penghujung acara justru dari pihak korban aplikator membuat ulah pada seorang perwakilan dari URC yang akhirnya berbuntut panjang hingga di luar hotel,” katanya.
Kemudian, seruan “main di luar” pun mulai dilontarkan dari pihak URC pada pihak Garda yang memicu puluhan orang dari URC menunggu di luar hotel. Pihak kepolisian yang berjaga pun harus menurunkan dua kompi personelnya untuk menenangkan massa URC yang terus berdatangan.
“Hingga pihak kepolisian pun kesulitan karena banyaknya massa URC.”
Diketahui, massa URC yang berada di luar hotel terlihat terbagi pada tiga titik kumpul. Titik kumpul pertama yaitu di depan hotel, lalu di kawasan ampu merah, dan titik ketiga di base camp ojol Govinda Juanda tak jauh dari shelter Grab/Gojek.
“Ya kita sama-sama tahu lah, namanya aja Unit Respon Cepat, jadi buat mereka kumpul tidak perlu waktu lama, hitungan menit udah ratusan URC langsung berdatangan. Yang buat saya ngakak, beredar di grup WhatsApp kalau Garda tidak berani keluar hotel dan meminta untuk dikawal dari hotel ke sekretariat mereka,” ungkap Danny.
“Kalau di medsoskan mereka mengaku singa dengan 50 ribu massa, nah saat ketemu dengan URC berubah jadi anak ayam,” ujar Danny lagi seraya tersenyum.
Terkait URC, selama ini diketahui hanya bergerak dalam bidang sosial dengan membantu teman-teman ojol yang mengalami musibah kecelakaan di jalan. Mereka tidak pernah terlibat dalam aksi unjuk rasa apa pun, apalagi hingga mengikuti FGD. Namun, jika URC sudah terlibat dalam memperjuangkan nasib ojol, artinya kondisi ojol sedang tidak baik-baik saja akibat ulah dari oknum-oknum yang telah mempolitisasi teman-teman ojol.
Adapun FGD Kemenhub yang digelar Kamis lalu merupakan agenda yang telah tertunda dari beberapa minggu lalu usai Kemenhub menghadiri rapat dengan Komisi V DPR RI. Awalnya direncanakan pada 8 Juli 2025, kemudian diundur ke 15 Juli. Meski begitu, penyelenggaraannya kembali diundur dengan alasan belum siap dan dijadwalkan pada 22 Juli 2025. Akhirnya, FGD baru terlaksana pada 24 Juli 2025.
Seluruh peserta FGD berharap agar ke depannya pihak penyelenggara dapat lebih ketat dalam mempersiapkan aturan main. Mulai dari undangan, materi, peserta hingga tujuan yang diharapkan membuahkan hasil nyata.