HARNAS.CO.ID – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi Surat Edaran Bersama (SEB) yang diterbitkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dan dua menteri lainnya terkait pembelajaran siswa selama bulan Ramadan 1446 H/2025 M. Pasalnya, SEB ini memastikan tak ada libur sekolah selama satu bulan penuh saat Ramadan tahun ini.
“Terima kasih Pak Mendikdasmen Abdul Mu’ti, sudah mendengarkan aspirasi kami,” kata Koordinator Nasional (Kornas) P2G Satriwan Salim kepada Harnas.co.id, Rabu (22/1/2025).
Satriwan menjelaskan, SEB itu merupakan wujud sikap Mendikdasmen Abdul Mu’ti bersama Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengutamakan kepentingan siswa dan guru. Mengingat, sekolah tetap berjalan meski program kerohanian seperti pesantren Ramadan juga dilaksanakan.
“Artinya kurikulum tetap terpenuhi, program Ramadan pun dilakukan, siswa tetap masuk bersekolah. Dengan begitu mendapatkan manfaat tidak sekedar libur di rumah tanpa aktivitas yang bermuatan edukatif,” ujar Satriwan memaparkan.
Diketahui, Mendikdasmen Abdul Mu’ti, Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menandatangani SEB tentang Pembelajaran di Bulan Ramadan 1446 H/2025 M.
Surat itu menerangkan pembelajaran di Bulan Ramadan 1446 H/2025 M sesuai dengan kalender pemerintah tentang awal Ramadan, Idul Fitri, dan cuti bersama/libur Idul Fitri yang dilaksanakan sekolah yang dilaksanakan di sekolah/madrasah/satuan pendidikan keagamaan.
Tertulis dalam SEB tiga menteri tersebut bahwa tanggal 27 dan 28 Februari serta tanggal 3, 4, dan 5 Maret 2025 kegiatan pembelajaran dilaksanakan mandiri di lingkungan keluarga, tempat ibadah, dan masyarakat sesuai penugasan dari sekolah/madrasah/satuan pendidikan keagamaan.
Kemudian tanggal 6 hingga 25 Maret 2025 kegiatan pembelajaran dilaksanakan di sekolah/madrasah/satuan pendidikan keagamaan. Selain kegiatan pembelajaran, selama bulan Ramadan diharapkan melaksanakan kegiatan bermanfaat untuk meningkatkan iman dan takwa, akhlak mulia, kepemimpinan, dan kegiatan sosial yang membentuk karakter, serta kepribadian utama. Kegiatan ini dibagi dalam dua kategori yakni untuk siswa – siswi Islam dan non-Islam.
Selanjutnya, tanggal 26, 27, dan 28 Maret 2025 serta tanggal 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 April 2025 merupakan libur bersama Idul Fitri bagi sekolah/madrasah/satuan pendidikan keagamaan.
Kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah/satuan pendidikan keagamaan dilaksanakan kembali pada 9 April 2025.
Dampak Negatif Libur Sekolah Selama Ramadan
Sebelumnya, P2G mengkritisi wacana pemerintah meliburkan sekolah selama Ramadan. Kornas P2G Satriwan Salim mengemukan sejumlah dasar pihaknya tak sepakat terkait libur sekolah selama bulan Ramadan. Hal ini antara lain terkait
prinsip layanan belajar berlaku untuk semua siswa. Jika libur Ramadan berlaku secara nasional, maka berdampak juga pada siswa agama non-Islam.
“Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non-Muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa Muslim yang libur,” kata Satriwan.
Kemudian, adanya kekhawatiran guru swasta terkait gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh. Sebab, orangtua pun keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.
“Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah Idul Fitri keluarga meningkat,” lanjutnya.
Menurut Satriwan, setiap Ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Artinya, bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran selama Ramadan dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.
“Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30 – 35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan Ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren Ramadan. Jadi opsinya ada banyak,” ujar Satriwan memaparkan.
Dengan kata lain, siswa tetap belajar menuntaskan kurikulum, tapi juga tidak meninggalkan aktivitas spiritual Ramadan. Sekolah bisa membuat program pembelajaran khusus Ramadan.
Satriwan menyebut, Ramadan menjadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.
Proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun bulan Ramadan. Sebab sekolah dan guru sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun ajaran baru.
“Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal,” ujar Satriwan.
Aspek lain yang perlu diantisipasi yaiti lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orang tua jika sekolah diliburkan. Apabila siswa dan guru sepenuhnya libur, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua.
“Tapi faktanya orangtua yang bekerja atau punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orang tuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah,” kata Satriwan lagi.
Dia menambahkan, waktu libur di rumah juga berpotensi membuat para siswa dan siswi tersita waktunya untuk bermain gadget atau gawai.
“Jangan sampai libur selama Ramadan menjadi ajang anak lama-lama berselancar di dunia maya, mengakses konten negatif kekerasan, game online, bahkan pornografi,” ucap Satriwan.
Termasuk, potensi siklus kekerasan yang dilakukan remaja pada musim liburan. Tak jarang, hal semacam ini akan menemukan momentumnya saat libur Ramadan
“Apalagi Ramadan itu anak-anak remaja berkesempatan keluar malam lebih lama. Bahkan sampai sahur. Ini perlu pengawasan dan pengaturan yang ketat,” ujar Satriwan menegaskan.
Penulis: Aria Triyudha