HARNAS.CO.ID – Komisi Yudisial (KY) prihatin dan menyesalkan atas terseretnya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) dan tiga hakim yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM) sebagai tersangka kasus suap pemberian vonis lepas (ontslag) yang menjerat tiga korporasi dalam perkara korupsi Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng (migor).
Menurut Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata, KY akan mengambil inisiatif dengan segera mengerahkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Tim akan mengumpulkan informasi dan keterangan awal terkait kasus ini. Pada prinsipnya, KY akan segera memproses informasi atau temuan apabila ada indikasi pelanggaran kode etik hakim,” kata Mukti Fajar, Senin (14/4/2025).
Mukti memastikan, KY juga siap berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk pendalaman kasus tersebut apabila diperlukan. Dia meminta semua pihak untuk memberikan kepercayaan kepada proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakarta Pusat.
Empat tersangka di antaranya yaitu Ketua PN Jaksel, MAN dan tiga hakim yaitu DJU, ASB, dan AM.
Terungkap, DJU, ASB, dan AM merupakan hakim dalam majelis hakim yang memberikan putusan vonis lepas. DJU selaku ketua majelis hakim, sedangkan ASB dan AM berstatus hakim anggota.
Mereka diduga menerima suap melalui tersangka MAN.
Adapun tiga orang tersangka lainnya yakni
pengacara Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR), serta panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Diketahui, Marcella Santoso dan Ariyanto merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO
Tiga terdakwa korporasi yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di PN Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas tersebut berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp
937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group. (dha)










