HARNAS.CO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) tak mempersoalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan penangkapan terhadap jaksa tanpa izin dari Jaksa Agung.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa izin hanya diperlukan apabila penangkapan berkaitan dengan pelaksanaan tugas resmi seorang jaksa.
Namun, bila jaksa tersebut terlibat tindak pidana, penegakan hukum tetap dapat dilakukan tanpa izin khusus.
“Tidak mempermasalahkan. Kalau sedang melaksanakan tugasnya sebagai jaksa, tentu harus sesuai mekanisme dan izin. Tapi kalau dia melakukan pidana, ya tidak bisa juga dilindungi,” ujar Anang di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Anang menjelaskan, ketentuan yang dimaksud dalam putusan MK terutama berlaku untuk operasi tangkap tangan (OTT), di mana aparat penegak hukum dapat langsung bertindak tanpa perlu izin dari Jaksa Agung.
“MK itu kan menegaskan soal kegiatan tanpa izin dalam konteks OTT,” katanya.
Ia menambahkan, putusan tersebut justru menjadi pengingat bagi seluruh jajaran kejaksaan agar semakin berhati-hati, berintegritas, dan profesional dalam menjalankan tugas.
“Kita mendorong para jaksa untuk makin bekerja profesional dan berintegritas,” tambahnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan jaksa kini bisa ditangkap oleh aparat penegak hukum tanpa seizin Jaksa Agung. MK menyatakan jaksa yang melakukan tindak pidana bisa ditangkap melalui operasi tangkap tangan.
Untuk diketahui, aturan yang menyebutkan jaksa hanya bisa dipanggil, diperiksa, dan ditangkap atas perintah jaksa Agung itu tertuang dalam UU 11/2021 di Pasal 8 ayat 5. MK kini mengubah bunyi pasal itu.
Berikut ini bunyi putusan MK yang dibacakan dalam sidang yang diucap oleh Ketua MK Suhartoyo, Kamis (16/10/2025).
Menyatakan Pasal 8 ayat 5 UU 11 Tahun 2021 tentang kejaksaan RI bertentangan dengan UU 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai secara bersyarat memuat pengecualian dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan keamanan negara, atau tindak pidana khusus, sehingga pasal a quo selengkapnya berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin jaksa agung kecuali dalam hal:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau
b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.
MK juga menyatakan Pasal 35 ayat 1 e beserta penjelasannya UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI bertentangan dengan UUD NKRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.










