HARNAS.CO.ID – Kejaksaan Agung memastikan bakal menindak siapa pun pihak yang terlibat skandal pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Korps Adhyaksa memberi sinyal bakal ada penetapan tersangka baru dari pihak Sindikasi Perbankan.
Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna belum bersedia membuka siapa pihak Sindikasi Perbankan yang dibidik penyidik pidana khusus. Yang pasti, Anang menegaskan, para direksi perbankan tidak bakal lolos dari pertanggungjawaban hukum dalam perkara Sritex.
Belum lama ini, Kejagung menggulir pemeriksaan jajaran direksi BNI. Penyidik berupaya menggali peran BNI dalam praktik kredit fiktif ini. “(Prosesnya) bertahap,” kata Kapuspenkum Anang di Jakarta, pekan lalu.
Sejak disidik 23 Maret, para direksi Sindikasi Perbankan belum tersentuh dan pemeriksaan berkutat pelaksana teknis. Bertahap yang dimaksud Anang dari pihak bank daerah lebih dulu dijerat, kemudian tak tertutup kemungkinan baru menyasar Sindikasi Perbankan.
Selain BNI, BRI, dan LPEI termasuk pihak Sindikasi Perbankan. Dikonfirmasi, apakah dengan demikian pimpinan BNI, BRI dan LPEI alias Indonesia EximBank akan menyusul seperti pimpinan 3 BPD tersebut? Anang menjawab, “itu ranah penyidikan.”
Sindikasi Perbankan dibentuk terkait pengucuran kredit Rp 2, 5 triliun ke PT Sritex dan anak usahanya. Direktur Penyidikan Nurcahyo J Madyo menyebutnya Klaster II. Sedangkan Klaster I adalah Sritex dan 3 BPD yang telah menetapkan 12 tersangka.
Tiga BPD masuk sengkarut kasus Sritex karena kucuran kredit Rp 1 triliun ke Sritex dan anak usahanya dilakukan secara melawan hukum dan tiadanya jaminan aset seperti Klaster II. Akhirnya, sampai Oktober 2024 outstanding kredit Rp 3, 5 triliun macet masuk kolektibilitas V alias tidak bisa ditagih sama sekali.
Sementara itu, terkait belum adanya langkah pencegahan terhadap pimpinan Sindikasi Perbankan, Anang menjelaskan bahwa itu kewenangan tim penyidik.
“Jadi kalau penyidik merasa perlu, maka pasti melakukan pencekalan (cegah),” ujar Anang.
Dari pengamatan di lapangan, penetapan tersangka perkara Sritex lebih banyak tanpa didahului oleh pencegahan, seperti Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa, Dirut BJB Yuddi Rhenaldy, Dirut Bank Jateng Supriyatno dan Dirut Sritex Iwan S Lukminto.
Satu-satunya tersangka yang ditetapkan didahului dengan pencegahan adalah Iwan Kurniawan Lukminto (Wakil Dirut Sritex) juga adik Iwan S Lukminto.
Puluhan jajaran Bank BNI, BRI dan LPEI diperiksa sejak perkara Sritex disidik 23 Maret 2025, tetapi tak satupun jadi tersangka. Belum ada satu pula direksi dari ketiga anggota Sindikasi Perbankan dicegah ke luar negeri.
Ini memunculkan spekulasi publik lantaran dari Rp 3, 5 triliun kredit yang dilakukan secara melawan hukum sebanyak Rp 2, 5 dikucurkan oleh BNI, BRI dan LPEI. Sisanya oleh 3 BPD.
Pegiat Anti Korupsi Iqbal D Hutapea mendorong Kejagung segera menjerat semua pihak yang turut andil dalam pemberian kredit ini, tanpa pandang bulu. Dia optimistis penyidik sudah mengantongi nama calon tersangka, tetapi masih perlu memperkuat alat bukti.
“Saya yakin ini (penetapan tersangka klaster kedua skandal Sritex) hanya persoalan waktu,” kata Iqbal.
Dia menyarankan Kejagung, setidaknya melakukan upaya pencegahan terhadap sejumlah nama yang berpotensi jadi tersangka, termasuk dari BNI. Langkah ini agar tidak memunculkan kegaduhan di tengah publik.
“Ini dorongan dan dukungan kepada Kejagung untuk mengungkap perkara ini agar tidak muncul kesan pilih kasih,” ujarnya.
Dari berbagai informasi terhimpun, tim penyidik sudah memiliki gambaran soal siapa saja yang bakal diminta pertanggungjawaban hukum.
“Kita semua sepakat perkara ini akan diungkap sampai ke akarnya. Tentu untuk semua itu butuh waktu. Tunggu saja,” tuturnya.
Praktik korupsi yang terjadi karena ada permufakatan jahat antara ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sritex pada tahun 2005-2022 dengan perbankan.
Modus pertama, merekayasa laporan keuangan 2021 dengan mengatakan Sritex alami kerugian sebesar 1,08 miliar dolar AS setara Rp 15,66 triliun. Padahal, setahun sebelumnya catat keuntungan 85,32 juta dolar AS atau Rp 1,24 triliun. Modus kedua, bekerja sama dengan perbankan.
Ini terungkap dari alat bukti Sritex hanya memperoleh peringkat BB- (memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi).
Akibat praktik kongkalikong ini, kredit Rp 3,588 triliun sampai Oktober 2024 menguap alias tidak bisa dilunasi (kategori kolektabiltas 5) berakibat timbul kerugian negara Rp 692 miliar. Belakangan terungkap, kredit yang diperoleh tanpa hak itu digunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai peruntukannya.