HARNAS.CO.ID – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mempersilakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi atau menambahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset yang sudah dirampungkan pemerintah.
“Pemerintah siap membahas RUU ini kapan saja,” kata Menko Yusrili di Jakarta, Senin (8/9/2025).
Seiring DPR yang akan mengambil alih inisiatif RUU Perampasan Aset, maka pemerintah, ujar Yusril, menyerahkannya kepada parlemen. Dia meminta seluruh pihak untuk tidak ragu kepada pemerintah.
“Jika DPR sudah siap, presiden akan menunjuk menteri yang akan mewakili dalam pembahasan RUU Perampasan Aset,” tutur Yusril.
RUU Perampasan Aset sudah diajukan sejak pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada 2023. Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kala itu, ditunjuk untuk mewakili pemerintah membahas RUU Perampasan Aset.
Namun, dalam perkembangannya hingga saat ini, kata dia, RUU itu belum dibahas oleh DPR. Oleh karena itu, Presiden Prabowo pun meminta Ketua DPR Puan Maharani agar DPR mengambil langkah dalam membahas RUU Perampasan Aset.
Dalam perkembangan selanjutnya, Menko menyampaikan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sudah melakukan rapat di DPR dalam rangka perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan memasukkan RUU Perampasan Aset ke prolegnas 2025-2026, yang nanti akan segera dibahas tahun ini.
“Mudah-mudahan pada tahun yang akan datang RUU ini sudah bisa diselesaikan,” tuturnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan sebelumnya mengatakan pihaknya tak akan menutup kemungkinan DPR untuk mengambil alih usul inisiatif atas RUU Perampasan Aset.
RUU Perampasan Aset saat ini berstatus usul inisiatif dari pemerintah. Selain itu, RUU Perampasan Aset juga sudah tercatat sebagai RUU dalam Prolegnas Jangka Menengah 2024-2029.
“Itu masih usulan pemerintah, tapi tidak apa-apa, siapapun mengusulkan oke-oke saja,” kata Sturman.
Menurut dia, jika menjadi usulan DPR, maka parlemen harus membuat dulu rancangannya serta menggelar sejumlah rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk menampung pandangan dari para ahli, pakar hukum, ekonomi, dan pihak-pihak lainnya.










