HARNAS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran duit maupun aset yang bersumber dari hasil praktik korupsi terkait pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di BRI pada 2020-2024. Penyidikan terhadap mantan Wakil Direktur Utama PT BRI (Persero) sekaligus tersangka kasus ini yakni Catur Budi Harto, jadi pintu masuk KPK mengusut jajaran di BRI yang turut menerima duit haram.
“Tentu kami menelusuri pihak-pihak yang mendapatkan aliran uang ataupun aset lainnya dari para penyedia barang dan jasa,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Dia mengatakan, KPK terus mendalami pihak terkait yang ditengarai menerima aliran duit dari pengadaan mesin EDC ini, terutama dari unsur petinggi BRI. Belum lama ini, KPK memeriksa Catur Budi di Gedung Merah Putih Jakarta. Informasi yang disampaikan Budi akan jadi acuan penyidik mengungkap aktor intelektual di balik kasus tersebut.
Jajaran BRI juga bergantian dimintai keterangan, salah satunya yakni mantan Direktur Bisnis Konsumer BRI berinisial HAN. Selain itu, Direktur BRI Life Aris Hartanto. Di luar unsur bank berplat merah itu, komisi antirasuah juga memeriksa mantan Direktur di PT Prima Vista Solusi berinisial WD, dan Executive Vice President (EVP) Payment Solution and Service PT Bringin Inti Teknologi berinisial AP. Juga puluhan saksi lainnya yang turut diperiksa KPK.
Kemarin, KPK menyita satu unit sepeda senilai Rp 150 juta dari Catur Budi Harto. Penyitaan dilakukan KPK karena aset tersebut diduga berkaitan dengan kasus mesin EDC di BRI. Penyidik, kata Budi memastikan, terus menelusuri aliran uang kasus tersebut dari penyedia barang dan jasanya.
Kasus pengadaan ini diduga merugikan keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah. KPK telah mendalami mekanisme penyewaan mesin EDC oleh bank BRI. Pendalaman dilakukan setelah memeriksa Direktur PT Qualita Indonesia Lea Djamila Sriningsih.
Lea diperiksa terkait dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di Bank BRI 2020-2024. “Ada juga mekanisme sewa-menyewanya, itu didalami pengkondisian yang dilakukan,” ujar Budi.
Mekanisme yang didalami terkait pengaturan harga sewa yang mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan EDC. “Termasuk pengaturan harga dari proses pengadaan yang kemudian diduga ada kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan mesin EDC,” tuturnya.
KPK menetapkan lima tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan mesin EDC bank BRI ini. Mereka adalah, mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto, mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU), Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.
Dugaan korupsi dari dua pengadaan ini mencapai Rp 744 miliar. Dalam kasus ini, KPK mengungkap ada dua pengadaan yang dilakukan oleh lima tersangka.
Pertama, nilai pengadaan EDC BRIlink senilai Rp 942.794.220.000 dengan jumlah EDC 346.838 unit dari tahun 2020-2024. Kedua, pengadaan FMS EDC 2021–2024 Rp 1.258.550.510.487 untuk kebutuhan Merchant sebanyak 200.067 unit.