HARNAS.CO.ID – Tindakan aparat kepolisian yang cenderung anarkistis saat mengawal unjuk rasa di sekitar kawasan Gedung DPR RI, manuai kecaman berbagai kalangan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta para korban unjuk rasa untuk tidak segan melapor dugaan kekerasan yang dialami.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, lembaganya membuka posko aduan bagi korban aksi unjuk rasa sebagai bentuk komitmen, mendorong terwujudnya situasi HAM yang kondusif. “Masyarakat bisa menghubungi layanan aduan Komnas HAM di nomor telepon 081226798880,” katanya di Jakarta, Jumat (29/8/2025).
Menurut Anis, nomor telepon pengaduan tersebut penting untuk disebarluaskan agar masyarakat yang menjadi korban selama aksi unjuk rasa bisa menjangkau Komnas HAM. Dengan demikian, pengunjuk rasa yang mengalami kekerasan di lapangan bisa menyampaikan aduan secara cepat.
“Kami juga sudah bentuk tim untuk melakukan pemantauan di beberapa titik lokasi di Jakarta, termasuk standby (siaga) di Polda Metro Jaya dan beberapa rumah sakit, tempat para korban yang mengalami luka dirawat,” ujarnya.
Seruan Komnas HAM, merespon insiden penabrakan pengemudi ojek online (ojok) Affan Kurniawan, saat unjuk rasa di Jakarta, Kamis (28/8/2025) hingga meninggal. Dalam sebuah video yang beredar, kendaraan taktis (rantis) milik Brimob, terlihat jelas menambrak Affan, bahkan melindasnya.
Terkait peristiwa nahas itu, Komnas HAM juga akan memeriksa tujuh pelaku yang diduga terlibat saat membubarkan massa demo. Berdasarkan penelusuran sementara, Komnas HAM menemukan sedikitnya dua fakta awal terkait unjuk rasa beberapa hari terakhir.
Fakta pertama, diduga kuat terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat dalam penanganan aksi unjuk rasa kemarin sehingga mengakibatkan korban jiwa dan ratusan korban luka-luka.
“Fakta kedua terjadi pembatasan tidak proporsional dan tidak perlu terhadap kebebasan berpendapat serta berekspresi oleh aparat,” ujar Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Putu Elvina.
Penggunaan kekuatan berlebihan dinilai tidak sesuai Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa dan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian terhadap massa aksi merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Komnas HAM merekomendasikan Polri untuk mengusut tuntas dan melakukan penegakan hukum secara adil, transparan, tegas, juga akuntabel terhadap semua pihak di jajarannya atas insiden kemarin.
Komnas HAM juga meminta Polri untuk tidak melakukan tindakan represif dalam pengamanan aksi unjuk rasa, penggunaan kekuatan berlebih, dan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip HAM.
“Komnas HAM merekomendasikan Kepolisian Republik Indonesia melakukan evaluasi secara komprehensif atas tata kelola pengamanan aksi unjuk rasa,” tutur Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Saurlin P Siagian.
Insiden rantis Brimob melindas pengemudi ojol terjadi setelah berbagai elemen masyarakat yang menggelar aksi unjuk rasa di sekitar Kompleks Parlemen, Jakarta, dipukul mundur oleh pihak kepolisian.
Akibatnya, kericuhan terjadi hingga ke berbagai wilayah di sekitaran kompleks parlemen, mulai dari Palmerah, Senayan, hingga Pejompongan. Adapun insiden rantis melindas pengemudi ojol itu diduga terjadi di wilayah Pejompongan.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada keluarga korban tewas, Affan Kurniawan (21) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Menurut Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Polisi Abdul Karim, Korps Bhayangkara sedang memeriksa tujuh anggota Satbrimob Polda Metro Jaya terkait insiden tersebut. Mereka yakni Kompol C, Aipda M, Bripka R, Briptu B, Bripda M, Baraka Y, dan Baraka J.










