HARNAS.CO.ID – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Iffa Rosita menjelaskan, tantangan digitalisasi pemilu yang paling besar dihadapi oleh penyelenggara pemilu adalah masalah keterbatasan pemahaman sumber daya manusia (SDM) terhadap teknologi yang digunakan.
“Tantangan yang terpenting SDM, sumber daya manusia. Ini nggak bisa kita pungkirin ya. Kami pun harus membuka diri mengevaluasi terhadap bagaimana SDM di seluruh Indonesia,” ungkap Iffa dalam diskusi yang digelar oleh Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPP-DEM) dan KPU di Media Center Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Apalagi, lanjut Iffa, banyak dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia tidak sesuai ekspektasi KPU dalam memahami teknologi.
“Di 514 kabupaten dan kota tidak sesuai dengan harapan kita, terutama teman-teman KPPS. Teman-teman KPPS tidak semuanya mereka paham teknologi,” ungkpanya.
Selain itu, tantangan lainnya yang kerap dihadapi oleh KPU adalah masalah tata kelola dan regulasi antara penyelenggara dan pengawas pemilu.
“Kemudian tantangan berikutnya adalah tata kelola dan regulasi. Bagaimana antara pengawas dan pemilu itu juga harus sama-sama punya peran yang sama dalam pembangunan teknologi. Di mana ruangnya KPU, di mana ruangnya Bawaslu dalam penggunaan teknologinya,” tuturnya.
Lebih lanjut, KPU sejak dulu dalam menyelenggarakan kontestasi pemilihan selalu menggunakan teknologi untuk membantu proses kelancaran dan keberhasilan pemilu.
“Intinya pemanfaatan teknologi sudah dimanfaatkan oleh KPU sudah sangat lama,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam paparannya memberikan apresiasi kepada KPU karena telah memanfaatkan teknologi seperti penggunaan Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan lain sebagainya.
Meski begitu, Bagja mengungkapkan, KPU pernah menyembunyikan aplikasi Sidalih pada masa awal kemunculannya.
“Kemudian transformasi digital mencakup seluruh ekosistem pemilu. Kita harus apresiasi bahwa KPU punya Sidalih, Sistem Daftar Pemilih. Walaupun kemudian disembunyikan di Bawaslu, di awal,” ujarnya.
“Jadi, kita sempet pada saat mutarlih (pemutakhiran data pemilih) itu sembunyi-sembunyi. Jadi kita Bawaslu nongkrong di semua KPU daerah begitu bergerak, kami ikuti. Karena tidak terbuka juga, ada sebagian terbuka, ada sebagian tidak, banyak yang tidak,” tambah Bagja.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, mengatakan penting bagi penyelenggara pemilu untuk memanfaatkan teknologi, namun ia mengingatkan agar penggunaan teknologi tersebut dilakukan dengan kehati-hatian.
“Buat saya, teknologi jangan ditolak, tapi dijalankan dengan seksama dan penuh kehati-hatian,” kata Mardani.










