HARNAS.CO.ID – Bupati Pati Sudewa (Sudewo) penuhi panggilan KPK guna diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan pembangunan jalur kereta api di Wilayah Jawa Tengah/Solo Balapan pada Lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).
Dia tiba di KPK sekitar pukul 09.42 WIB, ditemani dua orang yang tak diketahui identitasnya. Dikonfirmasi pewarta perihal pemeriksaan yang dilayangkan komisi antirasuah, Sudewo tak bicara banyak. “(Saya) memenuhi panggilan,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Sembari berjalan masuk, Sudewo mengaku tidak membawa dokumen atau berkas dalam menjalani pemeriksaan ini. Permintaan penangkapan terhadap Sudewo sebelumnya bergema dari masyarakat Pati.
Bahkan mereka menggelar unjuk rasa sekaligus membuat surat untuk dilayangkan ke KPK. Terkait hal tersebut, Sudewo pun tak bersedia komentar saat dikonfirmasi wartawan. KPK menjadwal ulang pemeriksaan Sudewo, setelah, Jumat (22/8/2025), tidak hadir memenuhi panggilan penyidik.
Kasus yang diduga melibatkan kader Partai Gerindra itu saat dirinya masih menjabat sebagai mantan Anggota Komisi V DPR RI. Belum diketahui materi yang hendak digali penyidik kepada Sudewo.
KPK sebelumnya pernah menyita uang sejumlah Rp 3 miliar dari Sudewo dalam penanganan kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di DJKA Kemenhub.
Hal itu terungkap dalam persidangan dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, November 2023.
Saat itu, Sudewo dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi. Jaksa menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.
Sudewo mengklaim uang yang disita KPK tersebut merupakan gaji yang diperolehnya sebagai anggota DPR dan hasil usaha.
“Uang gaji dari DPR, diberikan dalam bentuk tunai,” katanya dalam sidang.
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, pengembalian uang diduga hasil korupsi tidak menghapus pidana. Hal tersebut sebagaimana diatur Pasal 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).










