HARNAS.CO.ID – Kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), terus dikembangkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyita area konsesi tambang batubara PT Kalimantan Prima Nusantara (KPN) terkait perkara tersebut.
“Penyidik menyita aset berupa area konsesi tambang batubara PT KPN seluas 1.500 hektare dengan estimasi nilai aset sekitar 100 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 1,6 triliun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Jumat (29/8/2025).
Penyitaan aset tersebut, ujar Budi melanjutkan, terkait kasus LPEI klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) serta PT Mega Alam Sejahtera (MAS) yang tergabung pada grup PT Bara Jaya Utama (BJU).
“Penyitaan tersebut dibutuhkan untuk pembuktian proses penyidikan perkara ini sekaligus langkah awal dalam optimalisasi pemulihan keuangan negara atau asset recovery,” tuturnya.
KPK masih terus melakukan penyidikan perkara LPEI untuk debitur-debitur lainnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka yakni Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
KPK pada 28 Agustus 2025, turut menetapkan Hendarto sebagai tersangka untuk klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera pada grup PT Bara Jaya Utama. Total, terdapat 15 debitur yang diberi kredit oleh LPEI terkait perkara ini. Kerugian negara diduga mencapai lebih dari Rp 11 triliun.










