HARNAS.CO.ID – Warga asal Surabaya, Tirtohardjo Rukmono melayangkan gugatan kepada PT Bank OCBC NISP usai mengeklaim kehilangan dana Rp392 juta secara misterius dari rekening pribadinya.
Perkara yang mencuat ke tengah publik ini telah memasuki proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dengan nomor perkara 574/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL.
Kasus itu sendiri menyoroti problematika serius dalam sistem keamanan perbankan nasional, terutama ketika teknologi dan transaksi digital menjadi tulang punggung layanan keuangan. Namun, sebagaimana yang terjadi dalam perkara ini, tidak ada satu pun notifikasi, kode verifikasi, atau persetujuan transaksi yang dikirimkan kepada Tirtohardjo Rukmono selaku nasabah pemilik rekening di Bank OCBC NISP
“Klien kami baru menyadari kehilangan dana pada 18 Maret 2025. Setelah mencetak rekening koran, baru terlihat bahwa dana telah mengalir ke pihak tak dikenal tanpa jejak autentikasi,” kata kuasa hukum penggugat, Yasin Nur Alamsyah Hidayat Ali Samiaji dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis (3/7/2025).
Yasin yang bernaung di Kantor Hukum Johanes Dipa Widjaja & Partners menjelaskan, selama hampir dua bulan setelah dana raib, pihak penggugat berkali-kali menghubungi pihak bank melalui undangan klarifikasi dan dua kali somasi resmi. Meski begitu, pada somasi pertama (25 April) maupun kedua (19 Mei), tidak ada jawaban, klarifikasi, atau bentuk itikad baik yang ditunjukkan pihak OCBC NISP.
“Ini bukan sekadar hilangnya uang. Ini alarm besar untuk perlindungan konsumen sektor perbankan. Kalau sistem gagal dan bank tak responsif, publik bisa kehilangan kepercayaan,” ujar Yasin.
Akhirnya, pada 5 Juni 2025, Tirtohardjo menggugat OCBC NISP atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH), menuntut pertanggungjawaban atas kegagalan sistem keamanan yang dianggap menyebabkan kerugian besar secara finansial dan psikologis.
Pihak Bank Dianggap Tidak Hadir Secara Sah
Terungkap, dalam sidang kedua yang digelar Kamis (3/7/2025), pihak OCBC NISP selaku tergugat memang hadir secara fisik melalui individu yang mengaku dari bagian legal PT Bank OCBC NISP Tbk.
Namun, individu itu tidak mampu menunjukkan surat kuasa maupun surat tugas resmi dari manajemen perusahaan. Karena tidak dapat membuktikan legal standing-nya, majelis hakim menyatakan kehadiran tersebut tidak sah secara hukum, dan menganggap tergugat tidak hadir dalam persidangan.
Akibatnya, majelis hakim menyatakan, kehadiran tergugat tidak sah secara hukum, dan menunda persidangan untuk pemanggilan ketiga (terakhir).
“Persidangan hari ini menunjukkan PT Bank OCBC NISP Tbk tidak memiliki kesiapan hukum yang serius. Mengirim seseorang tanpa kuasa resmi adalah bentuk pengabaian terhadap proses peradilan,” ujar Yasin Alamsyah usai sidang.
Kesiapan Digital Bank vs Hak Nasabah
Diketahui, mencuatnya kasus tersebut membuka diskursus lebih luas tentang tanggung jawab bank terhadap keamanan digital, terutama di tengah maraknya kasus peretasan, pembobolan rekening, dan transfer tidak sah. Dalam kasus ini, dana nasabah berpindah tanpa kode OTP, notifikasi, atau approval—sebuah ironi dalam sistem yang mengeklaim mengedepankan customer protection.
“Jika sistem gagal dan bank tidak mengakui tanggung jawabnya, lantas bagaimana nasabah bisa merasa aman? Ini bukan hanya soal Rp392 juta, tapi soal masa depan transparansi dan keadilan dalam sistem perbankan,” kata Yasin menambahkan.
Menanti Langkah OCBC NISP
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Bank OCBC NISP Tbk belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan maupun pernyataan kuasa hukum penggugat. Sidang lanjutan akan digelar dalam waktu dekat dengan harapan pihak bank hadir secara sah dan substansi perkara dapat mulai diperiksa secara materil.