HARNAS.CO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mengusut penyandang dana kasus dugaan suap dan gratifikasi terhadap oknum hakim yang vonis lepas “onslag” terhadap tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar berpendapat jaksa harusnya tidak berhenti kepada tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Tapi siapa penyandang dana untuk menyuap para oknum hakim tersebut harus diusut Kejaksaan Agung dan jika cukup bukti harus dijadikan tersangka,” ujar Abdul Fickar Hadjar saat dikonfirmasi, Selasa (15/05/2025).
Fickar meyakini uang suap sebesar Rp60 miliar yang diterima oleh hakim bukan berasal dari pengacara yang hanyalah sekedar orang suruhan atau orang yang di lapangan. “Pastinya ada orang lain lagi yaitu pemilik uang atau penyandang dana,” ujarnya.
Dia pun menilai tidak sulit bagi Kejaksaan Agung untuk mengungkap siapa penyandang dana seperti saat berhasil mengungkap penyandang dana vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur.
Mendarah Daging dan Keserakahan
Dia pun mengatakan terjadinya korupsi di peradilan yang melibatkan oknum hakim bukan karena soal kesejahteraan atau gaji hakim yang kurang.
Tetapi, tutur dia, karena sudah mendarah daging, struktural dan sistemik yang istilahnya berurusan apapun diperadilan harus pakai uang.
“Selain keserakahan yang tidak berujung. Karena bayangkan setiap hari bekerja atas nama Tuhan tapi menggunakannya untuk kepentingan sendiri.”
Kejaksaan Agung seperti diketahui telah menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan korupsi terkait suap atau gratifikasi kepada hakim untuk jatuhkan vonis lepas atau onslag terhadap PT Wilmar Group, PT Musim Mas Group dan PT Permata Hijau Group.
Ketiga group korporasi tersebut adalah terdakwa dalam kasus korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit bulan Januari-April 2022 atau dikenal juga sebagai kasus minyak goreng.
Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan putusan vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Tujuh orang tersebut yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Wahyu Gunawan, serta 3 hakim dalam Majelis Hakim yang memberikan putusan vonis lepas yakni Hakim Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Hakim anggota Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Diketahui, Marcella Santoso dan Ariyanto merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.










