HARNAS.CO.ID – Tempat Hiburan Malam (THM) Helen’s Night Mart bakal dibuka di Hotel Kartika One kawasan Jalan Raya Lenteng Agung, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan (Jaksel). Rencana pembukaan THM ini menuai polemik lantaran ditolak warga.
Menurut Wakil Ketua RW 02 Achmad Fauzi semua warga Kampung Sawah, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jaksel, menolak keberadaan tempat hiburan yang menjual minuman keras (miras) di wilayah itu.
“Itu Helen’s sudah jelas-jelas sama masyarakat baik itu RW 01 dan 02 itu mereka menolak. Mereka menolak karena jelas-jelas Helen’s jual miras. Itu yang jadi penolakan,” kata Fauzi dalam keterangannya kepada awak media, Selasa (29/4/2025).
Dia menjelaskan, miras berdampak buruk bagi generasi muda. Oleh karena itu, keberadaan Helen’s Night Mart diyakini tidak memberikan manfaat.
“Masyarakat kami 90 persen muslim, dan kami juga menjunjung tinggi toleransi dengan agama lain. Tapi ketika ada legalitas penjualan minuman apa pun alasannya ke depan kami khawatir akan terkikisnya nilai nilai agama, akhlak, dan norma sosial lainnya,” ujar Fauzi menegaskan.
Ia pun tak habis pikir mengapa ada tempat hiburan malam di lingkungan RW 02 Kampung Sawah, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jaksel.
Mengingat, THM tersebut sangat dekat dengan lembaga pendidikan dan juga rumah ibadah. Terlebih, Helen’s Night Mart sangat bertolak belakang dengan kultur dan budaya masyarakat Kampung Sawah.
“Kami mempertanyakan apa urgensinya Dinas Pariwisata Jakarta memberikan izin, tanpa melihat dahulu ke lapangan, untuk uji kelayakan izinnya, kemudian ada kultur masyakat, dan lingkungan pendidikan serta agama yang seolah-olah ingin membuat gaduh situasi,” kata Fauzi.
“Jika kami terima kontribusi dari Helen’ Night Mart yang menurut kami ada mudaratnya, maka itu tidak berkah. Yang kami harapkan adalah keberkahan kampung yang jauh dari hal-hal yang dilarang oleh agama,” ujarnya menambahkan.
Sebagai bentuk penolakan warga di RW 01 dan RW 02, kata Fauzi, pihaknya sudah mengumpulkan tanda tangan masyarakat. Totalnya sekitar 2.500 tanda tangan.
Fauzi berharap penolakan warga Kampung Sawah bisa didengar oleh Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno.
“Karena ini semua permintaan warga dan berharap Helen’s tidak berjualan miras.”
Sementara, Ketua RW 01 Rahmat mengusulkan agar Hotel Kartika One difungsikan menjadi tempat lebih baik. Misal, sebagian tempatnya dijadikan pusat perbelanjaan.
“Setuju kalau Helen’s diubah menjadi minimarket atau mal, karena itu lebih menguntungkan masyarakat,” kata Rahmat.
Siap Berunjuk Rasa
Koordinator Lapangan RW 02 Hanafi Hamim mengatakan, Pengurus RW 02 berkirim surat ke pejabat daerah, sekolah dan rumah ibadah yang terdampak.
Pasalnya menurut Hanafi, Helen’s Night Mart ini lokasinya dekat dengan lembaga pendidikan hingga rumah ibadah.
Hanafi menyebut, warga RW 01 dan 02 juga siap turun ke jalan berunjuk rasa jika Helen’s tetap ngotot berjualan miras di wilayahnya. Unjuk rasa ini juga wujud protes kepada lurah, dan camat setempat karena membiarkan keberadaan Helen’s Night Mart.
“Saat ini pengurus sedang surat menyurat. Kalau pejabat terkait tidak mau peduli ya kami punya sikap. Kenapa ini Helen’s bisa diizinkan tanpa mereka melihat lokasi.”
Adapun pihak Helen’s Night Mart sudah coba dikonfirmasi awak media pada Senin 28 April 2025. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Helen’s Night Mart belum memberikan komentarnya terkait penolakan warga.
Kawasan RW 01 dan 02 memang berdekatan dengan sejumlah rumah ibadah dan lembaga pendidikan.
Misalnya, di kawasan tersebut ada SMA 109, SMA 38, MAN 13, SMP 242, SMK Negeri 62, SMP 276, SMAS Kartika VIII-I, SMP Amaliyah, SDN Srengseng Sawah 12 Pagi, SDN Srengseng Sawah 15 Pagi, SDS Kartika VIII-5, SDN 07 Pagi, dan Pondok Pesantren Al-Quran Al-Fahkriyyah.
Ada juga Universitas Pancasila, Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (UI), Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta, dan Program Pembinaan SDM Strategis Nurul Fikri (PPSDMS Nurul Fikri).
Untuk rumah ibadah, ada Masjid Jami Al-Bakrie, Masjid Jami Mardhotillah, Masjid At-Taubah, Musala Baiturrahman, Masjid Jami Nurul Iman, Gereja Katolik Stasi Santo Petrus, dan Pura Widya Santika.
Merujuk Peraturan Presiden RI Nomor 74 tahun 2013, Tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, pada Pasal 7 ayat 2, disebutkan:
“Penjualan dan/atau peredaran minuman beralkohol di tempat tertentu yang ditetapkan oleh bupati/wali kota dan gubernur untuk Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan, dan rumah sakit,” bunyi perpres tersebut.
Selanjutnya ada Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 187 Tahun 2014, tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Minuman Beralkohol. Pada Pasal 7 huruf C disebutkan:
“Pengecer atau penjual langsung dilarang menjual minuman beralkohol di lokasi, tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit,” demikian bunyi pasal 7 huruf c.
Rujukan lainnya adalah, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER 4/2014, tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Pada pasal 28 huruf B disebutkan:
“Pengecer atau penjual langsung dilarang memperdagangkan minuman beralkohol di lokasi, dan atau tempat yang berdekatan dengan, tempat ibadah sekolah dan rumah sakit,” mengutip pasal itu.
Penulis: Aria Triyudha










