HARNAS.CO.ID – Tempat rekreasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur bisa menjadi opsi para orangtua mengajak anak mengisi masa libur sekolah. Sebab, selain memiliki sejumlah wahana wisata menarik, Teater Keong Mas yang berada di area TMII kini menayangkan film The Historical JavaBali yang sarat akan nilai-nilai pendidikan dan sejarah.
“Unsur edukasi (pendidikan) jelas, unsur sejarah, kemudian (unsur) tourism, karena golnya itu supaya ketika orang pergi ke daerah wisata, bukan buat foto-foto selfie tapi banyak belajarlah di tempat itu,” kata Produser Eksekutif Film The Historical JavaBali Herijanto Judarta saat acara peluncuran film di Teater Keong Mas, TMII, Jaktim, Jumat (20/12/2024).
Dia menjelaskan, salah satu yang bisa dipelajari mengenai relief di Candi Borobudur. Candi yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah (Jateng) ini memang menjadi salah satu destinasi wisata yang diulas dalam film The Historical JavaBali.
“Banyak orang mungkin ke Borobudur hanya duduk-duduk dan foto-foto tapi tidak tahu relief itu punya nilai dahsyat,” kata Herijanto.
Film The Historical JavaBali merupakan rangkaian dari dua film dokumenter sebelumnya juga diproduseri Herijanto dan tayang di Teater Keong Mas TMII.
Selain Candi Borobudur, film The Historical JavaBali secara keseluruhan menampilkan sejumlah destinasi wisata di Pulau Bali dan Pulau Jawa. Menariknya, tayangan yang ditampilkan antara lain tak hanya menceritakan aspek wisata, tetapi juga mengungkapkan tentang filosofi bentuk bangunan, lokasi dan nilai-nilai budaya lokal masyarakat setempat. Turut pula diinformasikan mengenai pemanfaatannya baik pada masa lampau maupun saat ini.
Menurut Herijanto, riset mendalam telah dilakukan sebelum film The Historical JavaBali diproduksi. Tujuannya, agar film yang dihasilkan berbeda dari tayangan sejenis. Herijanto atau akrab disapa Juda ingat betul upaya mempersiapkan materi memakan waktu cukup lama.
“Syutingnya satu bulan, tapi mempersiapkan materi hampir 5 bulan, karena kami membandingkan dengan media sosial (medsos). Jangan sampai orang nonton ini sama dengan medsos,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Herijanto menekankan, aspek different atau pembeda dikedepankan. Ia kembali mencontohkan Candi Borobudur.
“Seperti yang kami lakukan di Borobudur yaitu meriset, mengkurasi dan menginformasikan hingga memvisualisasikan,” ujar Chief Executive Officer (CEO) Mahaka Visual Indonesia (MVI) itu menuturkan.
Kemudian, Herijanto menyebutkan tentang Sungai Pakerisan Bali yang diulas di film tersebut. Keberadaan sungai ini dinilai sangat bermanfaat bagi penduduk setempat lantaran menjadi sumber kehidupan.
“Kota dimana-mana ada air baru bisa makmur, baru ada kehidupan. Jadi sejarah dan juga berbagai faktor lain sangat penting,” katanya menegaskan.
Ia mengakui, Film The Historical JavaBali hanya memotret sejumlah destinasi wisata di wilayah Jawa dan Bali. Hal itu sudah melalui pertimbangan matang. Dua film sebelumnya yang juga diproduseri Herijanto dan tayang di Teater Keong Mas, sudah mengambil latar belakang daerah Labuan Bajo dan Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Sementara tiga series masih Jawa dan Bali, setelah itu kami akan lari ke Indonesia Timur dan Barat. Kami akan buat ensiklopedia di Indonesia di Keong Mas,” ujarnya.
Herijanto pun optimistis film The Historical JavaBali mampu menggaet banyak penonton. Sebab, ia menyebut, pengunjung Teater Keong Mas sudah berkisar 200 hingga 300 ribu orang. Herijanto menambahkan, film dokumenter baru atau series keempat akan dirilis pada Lebaran 2024 mendatang.
“Temanya magical jadi kultur tidak mistis, saat ini dalam proses hasil produksi,” ucap Herijanto.
Ia berharap, The Historical JavaBali bisa menjadi inspirasi ide kreatif untuk Indonesia serta mengapresiasi sejumlah pihak yang berperan sebagai sponsor berkontribusi dalam pembuatan film tersebut.
Penulis: Aria Triyudha










