HARNAS.CO.ID – Penggunaan jet pribadi dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) puluhan miliar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, berbuntut panjang. Setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi, giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertindak.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, komisi antirasuah akan mengkaji putusan DKPP terkait dugaan penggunaan jet pribadi oleh penyelenggara pemilu itu. Fakta yang terungkap melalui DKPP, tentu akan menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menindaklanjuti laporan atau aduan yang disampaikan masyarakat.
“Tentu kami mempelajari putusan dari DKPP. Fakta-fakta yang terungkap seperti apa, akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat tersebut,” katanya di Jakarta, dikutip Selasa (28/10/2025).
Meski begitu, KPK tidak bisa mengurai materi maupun perkembangan dari laporan masyarakat yang disampaikan sejak Mei 2025 itu karena tahapan masih di pengaduan masyarakat. Terlebih, ujar Budi melanjutkan, tidak bisa disampaikan ke masyarakat karena setiap laporan yang masuk itu bersifat tertutup.
“Namun, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas KPK, setiap laporan aduan masyarakat, perkembangannya pasti selalu disampaikan kepada pihak pelapor. Ini sifatnya tertutup atau rahasia, sekalian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas pihak pelapor dan materi pelaporan,” tuturnya.
DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam penyelenggara pemilu karena terbukti melalui Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Hal ini mengemuka saat Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito membacakan putusan tujuh perkara di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Enam penyelenggara pemilu yang menerima sanksi keras tersebut yaitu Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin beserta empat komisioner KPU yakni Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz. Sanksi serupa juga diberikan kepada Sekjen KPU RI Bernad Dermawan Sutrisno.
Terungkap, keenam nama tersebut menjadi teradu dalam perkara nomor 178-PKE-DKPP/VII/2025. DKPP menilai, teradu menyalahgunakan pengadaan jet pribadi dalam tahapan Pemilu 2024.
Saat sidang pemeriksaan, pengadaan jet pribadi dirancang untuk menyatukan dan memastikan distribusi logistik Pemilu 2024 di daerah-daerah yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Pada kenyataannya berdasarkan bukti rute jet pribadi dan passanger list sebanyak 59 kali perjalanan tidak ditemukan satu pun rute perjalanan dengan tujuan distribusi,” kata Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Dewa mengungkapkan, jet pribadi itu akan hanya digunakan untuk kegiatan monitoring gudang logistik ke beberapa daerah dan menghadiri bimbingan teknis Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Selain itu untuk, penguatan kapasitas kelembagaan pascapemilu serentak, pemberian santunan untuk petugas badan adhoc, dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
DKPP menilai, tindakan keenam teradu dalam penggunaan sewa pesawat jet pribadi tidak diperbolehkan menurut etika penyelenggara pemilu. Terlebih, para teradu memilih jet pribadi eksklusif dan mewah.
Hal itu tak sesuai dengan asas efisien dalam melakukan perencanaan dan penggunaan anggaran agar tidak berakibat pemborosan serta penyimpangan pada penggunaan penyewa jet pribadi.










