HARNAS.CO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) memberi sinyal bakal ada penetapan tersangka baru klaster II terkait skandal pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Hal itu terlihat dari upaya Korps Adhyaksa menggulir pemeriksaan terhadap para petinggi anggota Sindikasi Perbankan.
Penyidik Pidana Khusus Kejagung, Senin (6/10/2025), menggarap Chief Bussiness Risk Officer (CBRO) BNI inisial SB lewat mekanisme pemeriksaan. Berdasarkan informasi dihimpun, SB adalah Sutirta Budiman. Dia dimintai keterangan menyangkut keterkaitan BNI pada skandal Sritex.
Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, pemeriksaan saksi guna melengkapi pemberkasan sekaligus membuat terang tindak pidana kasus yang tengah disidik. Kejagung memastikan tidak bakal meloloskan direksi perbankan dari pertanggungjawaban hukum dalam perkara Sritex.
“Pemeriksaan saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Anang.
Klaster II dari pihak Sindikasi Perbankan terdiri atas BNI, BRI, dan LPEI. Ketiganya dibentuk terkait pengucuran kredit Rp 2,5 triliun ke PT Sritex dan anak usahanya. Sedangkan Klaster I adalah 3 BPD (Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten), (Bank DKI) dan (Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah), karena kucuran kredit Rp 1 triliun.
Selain petinggi BNI, direksi BRI tak luput jadi incaran penyidik. Dalam jadwal pemeriksaan, tertera pula nama Direktur Utama BRI 2012 inisial SB. Info yang dihimpun harnas.co.id, SB adalah Sofyan Basir.
Belum diketahui apa kaitan Sofyan Basir dalam perkara Sritex. Yang jelas setiap pihak yang dipanggil lalu diperiksa penyidik, besar dugaan karena dianggap mengetahui duduk persoalan, bahkan turut andil.
Adapun saksi lain yang juga diperiksa yakni, MF (Konsultan Pengawas PT RUM), RMD (Karyawan PT Bintang Dharma Hurip), ZS (Konsultan Hukum), NDS (Pemimpin Divisi Kebijakan Bisnis Bank DKI-Oktober 2021), dan ZR (Pemimpin Grup Restrukturisasi Kredit & Penyelesaian Kredit Bermasalah pada Bank DKI).
Selain itu, FSP (Pemimpin Grup Administrasi Kredit & Pembiayaan PT Bank DKI 2020), RB (Direktur Utama PT Citra Buana Semesta I), APS (Direktur Utama PT Yogyakarta Textile), dan AR (Direktur Kepatuhan PT Bank DKI 2019).
Sindikasi Perbankan dibentuk terkait pengucuran kredit Rp 2,5 triliun ke PT Sritex dan anak usahanya. Direktur Penyidikan Kejagung Nurcahyo J Madyo menyebutnya Klaster II. Sedangkan Klaster I adalah Sritex dan 3 BPD yang telah menetapkan 12 tersangka.
Tiga BPD masuk sengkarut karena kucuran kredit Rp 1 triliun ke Sritex dan anak usahanya dilakukan secara melawan hukum dan tiadanya jaminan aset seperti Klaster II. Akhirnya, sampai Oktober 2024 outstanding kredit Rp 3,5 triliun macet masuk kolektibilitas V alias tidak bisa ditagih sama sekali.
Puluhan jajaran Bank BNI, BRI dan LPEI diperiksa sejak perkara Sritex disidik 23 Maret 2025, tetapi belum satupun jadi tersangka. Ini memunculkan spekulasi publik lantaran dari Rp 3,5 triliun kredit yang dilakukan secara melawan hukum sebanyak Rp 2,5 dikucurkan oleh BNI, BRI dan LPEI. Sisanya oleh 3 BPD.
Praktik korupsi yang terjadi karena diduga adanya permufakatan jahat antara ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sritex pada 2005-2022 dengan perbankan.
Modus pertama, merekayasa laporan keuangan 2021 dengan mengatakan Sritex alami kerugian sebesar 1,08 miliar dolar AS setara Rp 15,66 triliun. Padahal, setahun sebelumnya catat keuntungan 85,32 juta dolar AS atau Rp 1,24 triliun. Modus kedua, bekerja sama dengan perbankan.
Ini terungkap dari alat bukti Sritex hanya memperoleh peringkat BB- (memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi).
Akibat praktik kongkalikong ini, kredit Rp 3,588 triliun sampai Oktober 2024 menguap alias tidak bisa dilunasi (kategori kolektabiltas 5) berakibat timbul kerugian negara Rp 692 miliar. Belakangan terungkap, kredit yang diperoleh tanpa hak itu digunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai peruntukannya.