HARNAS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan banyak informasi terkait bukti keterlibatan pihak-pihak dalam kasus dugaan korupsi berupa suap pengelolaan hutan di kawasan PT Inhutani V.
Untuk itu, penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Dida Migfar Ridha (DMR). Dida diketahui merupakan anak buah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
“Pemeriksaan dilakukan berdasarkan pengembangan informasi serta barang bukti yang dikumpulkan selama penyidikan,” ujar Jubir KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/9/2025).
“Penyidik tentunya harus melakukan pengembangan dari informasi dan keterangan yang diperoleh, baik pemeriksaan-pemeriksaan terhadap para tersangka, saksi lain,” sambungnya.
Budi menambahkan, informasi tersebut juga diperoleh dari barang bukti yang telah disita dalam proses penggeledahan terkait kasus Inhutani V.
Saat ini, penyidik KPK masih fokus melengkapi berkas perkara para tersangka agar segera tuntas dan dapat dilimpahkan ke persidangan.
Sejauh ini, pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Direktur Utama PT Inhutani V (INH) Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur PT PML Djunaidi (DJN), dan staf perizinan Sungai Budi Group, Aditya (ADT).
“Namun demikian penyidik juga sampai hari ini masih terus fokus supaya penyidikan terhadap pihak-pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, ini juga pemberkasannya atau berkas penyidikannya juga bisa segera dituntaskan,” ucap Budi.
Sebelumnya, KPK menyatakan akan menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi suap perizinan penggunaan lahan hutan di perusahaan BUMN Perum Perhutani.
Langkah tersebut diambil setelah KPK menemukan indikasi suap dalam kerja sama pengelolaan kawasan hutan antara PT Inhutani V—anak perusahaan Perum Perhutani—dengan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) di Lampung.
“Benar bahwa tadi Inhutani itu I, II, III sampai V itu anak perusahaan Perhutani. Tentu kita akan lihat juga apakah pengurusan lahan ini, kerja sama lahan ini hanya sampai anak perusahaannya saja atau juga mengalir uangnya ke induk perusahaannya, dalam hal ini Perhutani,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).
KPK juga menelusuri kemungkinan aliran dana hingga ke tingkat kementerian, termasuk Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah di Lampung.
“Dan kita juga sedang menelusuri karena perizinannya tidak hanya dari Perhutani, untuk perizinannya juga lewat kementerian juga pemerintah daerah. Kita akan susuri ke sana,” ujar Asep.
Konstruksi Perkara
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan izin pemanfaatan hutan di Provinsi Lampung yang melibatkan PT Inhutani V. Penetapan dilakukan setelah OTT pada Kamis (14/8/2025).
Ketiga tersangka adalah Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC); Direktur PT PML, Djunaidi (DJN); dan staf perizinan Sungai Budi Group, Aditya (ADT).
Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 14 Agustus hingga 1 September 2025, di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya, Dicky sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU yang sama jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
OTT dilakukan sejak Rabu (13/8/2025) dengan mengamankan sembilan orang di empat lokasi berbeda, yakni Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor, termasuk ketiga tersangka.
Dalam konstruksi perkara, PT Inhutani V memiliki hak pengelolaan hutan di Lampung seluas ±56.547 hektare, dengan ±55.157 hektare di antaranya dikerjasamakan dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama (PKS).
Meski pada 2018 PT PML bermasalah terkait kewajiban pembayaran pajak dan dana reboisasi, Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan PKS tersebut tetap berlaku. Pada 2024, kedua perusahaan kembali melanjutkan kerja sama.
PT PML disebut mengalirkan dana miliaran rupiah kepada PT INH, termasuk Rp100 juta untuk keperluan pribadi Dicky.
Pada November 2024, Dicky menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) yang mengakomodasi kepentingan PT PML. Memasuki 2025, ia menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang kembali menguntungkan PT PML.
Pada Juli 2025, Dicky meminta satu unit mobil baru kepada Djunaidi, yang kemudian dipenuhi. Pada Agustus 2025, Aditya mengantarkan uang SGD189.000 atau setara Rp2,4 miliar dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani, bersamaan dengan pembelian mobil Jeep Rubicon merah senilai Rp2,3 miliar.










