HARNAS.CO.ID – Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran duit korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024, terus berlanjut. Hingga kini penyidik KPK telah menyita uang 1,6 juta dolar Amerika Serikat dari sejumlah pihak.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo tak mengurai total uang tersebut disita dari siapa saja pihak yang dimaksud. Budi hanya menyebut penyitaan sejumlah aset tersebut merupakan upaya KPK untuk pembuktian perkara sekaligus langkah awal dalam mengoptimalkan pemulihan keuangan negara.
“Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar,” katanya di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Selain duit, penyidik komisi antirasuah juga telah menyita empat unit kendaraan roda empat, serta lima bidang tanah dan bangunan dari pihak-pihak terkait kasus tersebut. Penyidik, ujar Budi, tak berhenti di sini, masih terus mendalami aliran uang terkait praktik jual-beli kuota tambahan haji 2023–2024 ini.
KPK memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024, pada 9 Agustus 2025. Komisi antirasuah mengumumkan perihal itu setelah meminta keterangan Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
KPK saat itu juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
Kemudian pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri yang salah satunya Yaqut Cholil Qoumas.
Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji.










