HARNAS.CO.ID – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) menegaskan soal target penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset pada tahun 2025 ini. Atas dasar itu, DPR pun memastikan bakal mengedepankan prinsip meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam pembahasan RUU tersebut.
Menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, partisipasi semacam itu harus menjadi penekanan agar publik tidak hanya mengetahui judul undang-undang, tetapi juga memahami substansi yang terkandung di dalamnya.
“Harus jelas, apakah perampasan aset termasuk pidana asal, pidana tambahan, pidana pokok, atau bahkan masuk ranah perdata,” kata Bob di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Seperti dikutip laman DPR RI, Bob menjelaskan, semua pembahasan menyangkut RUU Perampasan Aset akan dilakukan secara transparan. Penyusunan naskah akademik hingga draf RUU dibuka melalui berbagai saluran.
“Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik,” ujar dia menegaskan.
Lebih lanjut, Bob turut mengingatkan, pembahasan RUU Perampasan Aset tidak bisa dilepaskan dari reformasi hukum pidana yang tengah berjalan. RUU ini akan disusun secara paralel dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah difinalisasi. Hal ini penting mengingat perampasan aset erat kaitannya dengan mekanisme hukum acara pidana.
Diketahui, KUHP baru akan resmi berlaku mulai 1 Januari 2026. Dengan begitu penyusunan RKUHAP dan RUU Perampasan Aset harus seirama agar tercipta sinkronisasi yang kuat dalam sistem hukum nasional.
“Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026, maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh,” ujar Bob menambahkan.
Rencananya, RUU Perampasan Aset akan mulai dibahas setelah masuk tahap evaluasi pada Rabu pekan depan. DPR memastikan pembahasan dilakukan secara bertahap mulai dari penetapan di Prolegnas, penyusunan naskah akademik, hingga pembahasan oleh Baleg.










