HARNAS.CO.ID – Gerak KPK langsung satset. Usai menyematkan status tersangka kepada mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Hery Sudarmanto (HS), penyidik membuka peluang memanggil eks Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Hery dijerat kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA di lingkungan Kemenaker. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penyidik menelusuri pihak-pihat terkait yang ditengarai berperan dalam kasus ini.
“Dari bukti, fakta, dan petunjuk yang ditemukan penyidik, ditelusuri kepada pihak-pihak siapa saja yang memang punya peran ataupun mendapatkan aliran dari dugaan tindak pidana korupsi ini,” kata Budi Prasetyo di Jakarta, dikutip, Kamis (30/10/2025).
Budi tak membantah, penyidikan menyasar kepada Hanif Dhakiri karena pernah menjabat Menteri Ketenagakerjaan saat kasus bergulir. Status tersangka Hery Sudarmanto, diklaim Budi berdasarkan kecukupan alat bukti yang ditemukan penyidik KPK.
“Semua harus jelas perbuatan melawan hukumnya seperti apa,” ujarnya.
KPK sebelumnya mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019-2024 atau pada era Menaker Ida Fauziyah telah mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA. KPK menjelaskan RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
KPK juga mengungkapkan kasus pemerasan pengurusan RPTKA itu diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2009-2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri 2014-2019, dan Ida Fauziyah 2019-2024.
KPK sudah menahan delapan tersangka tersebut. Seiring pengembangan kasus, KPK kemudian mengumumkan penambah tersangka baru kasus tersebut, yakni Sekjen Kemenaker era Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto.










